Senin, 14 Desember 2015

KEBENARAN JURNAL DALAM KASUS KEBOHONGAN PUBLIK MAKELAR KASUS TV ONE DENGAN KODE ETIK JURNALISTIK

PENDAHULUAN
Hampir tidak ada yang meragukan bahwa media selalu berusaha keras untuk menyampaikan kejadian sebenarnya atau kebenaran yang ada. Dalam kenyataannya, beberapa hukum membatasi kebebasan berbicara agar mendapat perlindungan dari bahaya yang disebabkan oleh kebohongan. Seperti halnya dalam konsep kebenaran sebagai konsep hukum, sebagai masyarakat, kita harus menghargai komunikasi yang jujur dan cenderung membatasi komunikasi yang berpotensi merugikan orang lain. Hukum ini berlaku untuk individu dan media (Bivins, 2004; 118).
            Dalam konsep kebenaran dan tindakan komunikasi juga dikatakan bahwa kebenaran adalah unsur penting. Salah satu yang paling berguna definisi kebenaran berasal dari filsuf Sissela Bok, yang menunjukkan bahwa berbohong adalah bentuk pemaksaan. Artinya, untuk berbohong kepada seseorang, untuk memimpin mereka bertindak dengan cara di mana mereka tidak akan bertindak (memaksa), semestinya anda mengatakan kepada mereka kebenaran (Bivins, 2004; 121).
            Semua profesional media, termasuk wartawan, harus percaya pada kebenaran dasar pernyataan mereka dan keakuratan informasi mereka, menyadari, dan pada saat yang sama, bahwa ada selalu kesempatan mereka mungkin terbukti salah.
            Dipelajari lagi dalam konsep kebenaran jurnalistik, Mark Twain pernah berkata bahwa pekerjaannya sebagai jurnalis adalah untuk "kandang" kebenaran. Ketika berbicara tentang kebenaran wartawan hari ini, dia secara umum dari elemen yang berkontribusi terhadap kebenaran jurnalistik (cara-cara yang dapat berkorelasi). Di antara elemen ini akurasi, konteks, dan keseimbangan (Bivins, 2004; 122).
            Seperti yang kita tahu bahwa menjadi pekerja media terutama dalam hal menyampaikan berita atau informasi kepada masyarakat itu tidaklah mudah untuk didapatkan. Berita itu harus akurat sesuai fakta yang benar, meskipun tekanan waktu dari pemimpinnya. Namun, sebagai wartawan maupun pekerja media yang baik, mereka harus mencari kebenaran “fakta” melalui sumber-sumber lain, catatan, dan metode lainnya sebelum memutuskan kebenaran mereka.
            Di dunia jurnalisme, jurnalis dituntut untuk menyajikan berita yang bukan berita “fiktif”, melainkan berita yang merepresentasikan factual dan relitas yang akurat. Sehingga, bila ada berita yang fiktif, maka itu akan menjadi masalah besar, seperti makelar kasus yang dilakukan salah satu media Televisi besar di Indonesia, yaitu Tv One. Dan dari kebohongan itu, secara tidak langsung melanggar etika. Etika yang perlu dijadikan acuan jurnalis itu sendiri adalah Kode Etik Jurnalistik (KEJ), sehingga dalam bekerja dan membuat berita, jurnalis harus sesuai dengan aturan-aturan KEJ tersebut.
            KEJ sendiri dibentuk untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar. Sebab, wartawan di Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan mengakkan integritas serta profesionalisme itu sendiri. Sehingga, yang perlu dilakukan oleh wartawan Indonesia adalah menetapkan dan menaati KEJ yang sudah ada.
            Produk jurnalistik salah satunya adalah siaran di televisi, yang melibatkan reporter, kamerawan, editor gambar, produser, pembawa acara, produser eksekutif hingga pemimpin perusahaan. Ketatnya persaingan pada industri televisi berdampak pada tekanan kerja, namun seharusnya jurnalis televisi juga harus menaati prinsip verifikasi dan bersikap independen saat menjalankan profesinya.
Pemberitaan makelar kasus Tv One
Markus Palsu, Tiga Karyawan TV One Diperiksa
Rep: Antara/ Red: Budi Raharjo
Presenter TV One Indy Rahmawati
JAKARTA--Badan Reserse Kriminal Polri memeriksa tiga karyawan stasiun televisi TV One dalam kasus penayangan wawancara dengan oknum mafia hukum yang diduga palsu. Ketiga personel TV One yang diperiksa Bareskrim Polri, Selasa (4/5) adalah Irvan (atasan pembawa acara Indi Rahmawati), General Manager Sulaiman Syakied, dan Vera (reporter).

''Prinsipnya pemanggilan itu menjelaskan apa yang perlu dijelaskan sesuai fakta,'' kata pengacara TV One, Bambang Widjojanto di Mabes Polri, Jakarta.

Menurut Bambang, penyidik juga ingin mengonfirmasi keterangan dari saksi lainnya sebagai suatu tim yang bekerja mempersiapkan tayangan siaran televisi mafia kasus di Mabes Polri itu. Materi pemeriksaan meliputi prosedur menentukan tema dan narasumber yang dikerjakan secara tim. ''Keterangan Indy juga dikonfirmasi dengan keterangan tim,'' jelasnya.

Mabes Polri telah melaporkan TV One kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Dewan Pers terkait penyiaran oknum makelar kasus (markus) yang diduga palsu. Dalam siaran 23 Maret lalu, TV One menyiarkan wawancara dengan orang yang wajahnya ditutupi topeng yang mengaku sebagai markus selama 12 tahun di lingkungan Mabes Polri.

Polisi berhasil mennyiduk oknum markus, Andris Ronaldi alias Andis, yang mengaku bersedia tampil sebagai narasumber berdasarkan permintaan dari pihak pembawa acara dalam tanyangan itu, Indy Rahmawati, dengan imbalan Rp1,5 juta. Andis sebenarnya berprofesi sebagai tenaga lepas pada bidang media hiburan yang beralamat di Jalan Flamboyan Loka 21 RT 13/08, Kelapa Gading, Jakarta Utara dan Jalan Cipinang Muara Raya 11-A, Jakarta Timur.

Polisi menduga siaran itu melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran pada Pasal 36 Ayat 5 huruf a yang menyebutkan isi siaran dilarang memfitnah, menghasut, dan atau bohong. Pelanggaran terhadap aturan itu dapat dikenakan Pasal 57 huruf d dengan ancaman penjara paling lama lima tahun atau denda Rp10 miliar.

Polisi pernah memeriksa Indy Rahmawati dan Alfito Deanova (Produser/pembawa acara) sebagai saksi dua kali, beberapa waktu lalu.
PWI Reformasi Riau Prihatin Kasus TV One
Sabtu, 10 April 2010 16:56 WIB | 2.130 Views
Pewarta: handr
TV One (istimewa)
Pekanbaru (ANTARA News) - Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Reformasi Riau menyatakan keprihatinan terhadap kasus yang menimpa stasiun televisi swasta nasional TV One yang diduga telah melakukan rekayasa wawancara makelar kasus (markus).

"Kita prihatin dengan kasus dugaan rekayasa wawancara markus yang sedang dialami TV One dan berharap menjadi pembelajaran pendewasaan pers nasional," ujar Ketua PWI Reformasi Riau Jupernalis Samosir di Pekanbaru, Sabtu.

Mabes Polri mengadukan TV One ke Dewan Pers, Kamis (8/10), karena diduga telah mewawancarai seorang nara sumber yang disebut sebagai markus di lembaga kepolisian dalam progran "Apa Kabar Indonesia" edisi Kamis, 18 Maret 2010.

Padahal nara sumber yang diwawancarai adalah Adris Ronaldi (37), warga biasa yang bekerja lepas pada salah satu perusahaan hiburan yang kemudian mendapat honor Rp1,5 juta atas jasanya kepada TV One.

Menurut Jupernalis, tindakan merekayasa atau membuat berita bohong merupakan pelanggaran terhadap kode etik jurnalistik dan tidak dapat dibenarkan, karena wartawan Indonesia dilarang untuk membuat berita bohong, fitnah, sadis dan cabul.

Namun dugaan yang dilayangkan Mabes Polri kepada Dewan Pers masih bersifat sepihak dan perlu pembuktian oleh kedua belah pihak agar kemerdekaan pers yang telah diakui pemerintah yang dijamin dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers tidak dilanggar.

Karena itu semua pihak saat ini diminta untuk menahan diri dan memberikan waktu kepada Dewan Pers sebagai lembaga yang mengurusi profesi dari berbagai organisasi dan media jurnalis bekerja secara maksimal.

"Kita meminta semua pihak untuk menahan diri dan kasus ini tidak serta merta memojokkan TV One sebagai media yang besar karena berita-berita yang disiarkan dari suatu proses kegiatan jurnalistik," kata Jupernalis.(M046/R014)
Editor: Aditia Maruli
COPYRIGHT © ANTARA 2010

ANALISIS
            Persaingan media yang sedemikian ketatnya terkadang harus mengorbankan beberapa hal. Sebagai contoh, media massa saat ini banyak maka media cenderung mengutamakan kecepatan dalam menyampaikan berita ketimbang keakuratan dari berita tersebut. Media seakan-akan tidak melakukan check and recheck ketika melontarkan sebuah berita.    
Dalam kasus Tv One ini jelas mencoreng nama jurnalisme. Tv One secara tidak langsung melakukan kebohongan public dengan menciptakan Makelar Kasus palsu. Ini ada kaitannya juga dengan Teori Agenda Setting, yaitu media membentuk persepsi atau pengetahuan publik tentang apa yang dianggap penting. Dengan kata lain, apa yang dianggap penting oleh media, dan dianggap penting oleh publik.
            Tv One juga merupakan salah satu produk jurnalistik yang dimiliki seorang pemain politik, yaitu Aburizal Bakrie. Dengan adanya kasus ini, otomatis kredibilitas Program Apa Kabar Indonesia Pagi menurun. Hal ini disebabkan pada tanggal 18 Maret 2010, Tv One menghadirkan narasumber Makelar kasus pajak, Andreas Ronaldi, yang ternyata ialah seorang pekerja lepas di perusahaan media hiburan. Dalam tayangan itu, namanya disamarkan menjadi Roni dan ia mengenakan topeng, serta suaranyapun diubah.
            Dalam dunia jurnalisme profesional, dikenal istilah absence of malice (tidak ada niat jahat). Jadi, penanganan dalam pelanggaran etika yang dilakukan pada jurnalisme professional ditujukan untuk mencari solusi perbaikan atas kelalaian dan kesalahan praktik jurnalistik. Rumusan solusi atas pelanggaran etika, termasuk yang dilakukan oleh presenter TV One tersebut adalah ralat atau koreksi, hak jawab, atau permintaan maaf secara terbuka. Karena kesalahan yang dibuat tergolong berat, maka Dewan pers dapat memberikan penilaian dan mengeluarkan rekomendasi berupa teguran, peringatan keras, atau sanksi moral.
            Berita yang disampaikan Tv One atas makelar kasus itu juga berarti tidak berimbang, karena verifikasi yang dilakukan Tv One tidak benar adanya. Tentunya hal ini sangat disayangkan, karena Tv One memplokamirkan bahwa ia adalah stasiun televisi berita, namun yang terjadi adalah mereka melakukan kebohongan publik yang cukup fatal dengan sengaja menghadirkan narasumber palsu, untuk mengejar rating semata. Bahkan, efek dari kasus ini, publik bertanya-tanya, apakah ini yang pertama kalinya atau sudah sering dilakukan oleh Tv One.
           
            Dilihat dari aturan jurnalistik yang ada, kasus Tv One ini Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) dan UU Penyiaran. Namun, di sini saya akan fokus kepada pelanggaran KEWI saja. Dilihat dari aturan KEJ yang terdiri dari 11 Pasal, kasus ini tidak melanggar semua pasal, namun hanya beberapa pasal saja. Pasal yang dilanggar antara lain, yaitu:
Pasal 1
·         Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Penafsiran
a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi. Jelas dari kasus ini, berita yang disampaikan Tv One tidak akurat, karena tidak dapat dipercaya kebenarannya
c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara. Kemudian, berita yang disampaikan juga tidak berimbang, karena menghadirkan markus palsu tanpa ada konfirmasi dari pihak kepolisian.
d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain. Bisa juga dikatakan tidak beretikad karena ada niat sceara sengaja untuk menaikkan rating maka ia mengharuskan memperoleh markus pajak yang berarti pula ingin membongkar kejelekkan, namun kebohonganlah diutamakan.
Pasal 2
·         Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Penafsiran
Cara-cara yang profesional adalah:
a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber; : kartu Pers
b. menghormati hak privasi; : hak untuk melindungi dirinya atau menjaga informasi tentang dirinya untuk tidak disebar luaskan. (kesehatan, keadaan keluarga, gaya hidup,dll)
c. tidak menyuap: menyuap: memberikan sesuatu agar narasumber mau diwaawncarai, mendapatkan informasi tentang narasumber, dll. Dalam kasus ini Andris sebagai markus palsu menerima suap sebesar Rp. 1.500.000,00 dari pihak TV One.
d. menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya; : sesuai dg fakta. Yang dilakukan Tv One dalam hal ini justru kebohongan.
e. rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
f. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;
g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri: contoh : klonning berita, dll
h. penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik. : undercover/penyamaran
Pasal 3
·         Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Penafsiran
a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu. : ketika wartawan mendapatkan berita yg tdk jelas. Contoh, gossip, desas-desus, kabar burung, dll. Dalam hal ini, verifikasi data atas narasumber yang dipilih itu tidak tepat adanya, bilamana pihak Tv One mengaku telah memverifikasi narasumber itu.
b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional. : berimbang = porsi yang sama.
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.: opini yang menghakimi secara langsung, A salah, B benar.
d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang. : contoh: ketika meliput criminal, ada kata-kata diduga, dan inisisal.
Pasal 4
·         Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Penafsiran
a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi. Jika ini memanglah rekayasa yang dilakukan oleh Indy ataupun pihak Tv One, maka ini memang merupakan kesalahan yang fatal. Karena pihak Tv One secara sengaja melakukan kebohongan dengan mengadakan Makelar Kasus palsu.
b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk
c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan. : foto berita pembunuhan yang vulgar.
d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi. : stensilan/ berita porno, Koran kuning.
e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara. : harus ada keterangan kapan foto/video di ambil.
Pasal 6
·         Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
Penafsiran
a. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum. Dapat dikatakan bahwa media televisi Tv One ini menyalahgunakan profesinya sebagai televesi stasiun berita dengan memberikan berita yang berbeda karena sesuatu yang sulit dapat mereka tayangkan, namun caranya salah.
b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.
Pasal 10
·         Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Penafsiran
a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar. Kasus pembohongan yang dibuat ini harus diselesaikan secepat mungkin, karena dapat berdampak pada pencemaran nama baik pula.
b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok. Piahk Tv One beserta kru yang terlibat dalam rekayasa markus ini harus sesegera mungkin meminta maaf kepada pihak-pihak yang dirugikan, serta mmeminta maaf kepada public karena telah menyampaikan berita yang tidak benar.
Pasal 11
·         Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Penafsiran
a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. Hak jawab ini dapat ditlakukan oleh kepolisian maupun pihak pajak yang disebutkan namanya oleh markus palsu itu (jika ada).
b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain. :  mengkoreksi kesalahan yang di tulis oleh Koran, contoh nama dan jabatan, dll. Pihak Tv One diberikan hak koreksi atas beritanya tersebut dengan cara klarifikasi.l
c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki : menulis hak jawab, wartawan liputan lagi.Hal ini sebenarnya merupakan koreksi.
Ketika pemberitaan tersebut salah, sekiranya TV One memberikan kesempatan kepada pihak yang dirugikan untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. Serta membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
KESIMPULAN
Dalam menyampaikan berita ataupun informasi, media harus memberikan fakta kepada publik, bukan memberikan informasi yang bohong. Kebenaran harus selalu ditegakkan di dalam semua profesi, terlebih lagi jurnalisme yang berhubungan langsung dengan banyak orang serta membawa dampak atau efek yang besar terhadap penilaian masyarakat, seperti yang dimaksut dalam agenda setting.
Memang bukan suatu hal yang mudah untuk mencari kebenaran sampai pada akarnya, setidaknya sampaikanlah berita sesuai apa yang terjadi. Jika memang berita dirasa tidak dapat dipercaya, maka perlu dilakukan verifikasi, check dan recheck yang lebih daripada informasi yang sudah ketahuan benar adanya.
Demi memperoleh rating yang baik bukan berarti media harus mengorbankan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang berlaku. KEJ ada untuk ditaati dan dijadikan sebagai sebuah pedoman moral dalam melakukan tugas sebagai jurnalis. Kesalahan seperti kasus di atas sekiranya bisa kita jadikan sebagai sebuah pelajaran agar masalah seperti ini tidak terjadi lagi dikemudian hari.
Keakuratan kemudian menjadi salah satu bagian penting dalam menyampaikan sebuah berita. Kredibilitas seorang jurnalis dan institusi media tersebut menjadi taruhan dan tentunya harus sangat peka. Seperti yang kita tahu, bahwa perlu waktu yang lama untuk menciptakan kredibilitas yang baik dan tentunya perlu dijaga setelahnya. Membentuk sesuatu yang baik dan mempertahankannya adalah sebuah pekerjaan yang sulit. Sedangkan dengan waktu singkat sebuah kredibilitas itu dapat hancur. Ketika sebuah kredibilitas dipegang teguh dengan sendirinya orang akan percaya.
Perlu diingat kembali, bahwa sebagai masyarakat yang baik pula, masyarakat harus menjadi individu yang cerdas dalam memilih informasi di media. Kita harus tahu mengecek atau memverifikasi kembali informasi yang kita terima tersebut. Apakah informasi itu benar adanya dan sesuai dengan apa yang terjadi. Maka, telitilah informasi itu, dan jangan menerimanya mentah-mentah.

            DAFTAR PUSTAKA
-          Bivins, Thomas H. (2004). Mixed media moral distinctions in advertising,, public relation, and journalism. London:Lawrence Erlbaum Associates, Publishers

Tidak ada komentar:

Posting Komentar