KEBENARAN JURNAL DALAM KASUS KEBOHONGAN PUBLIK MAKELAR KASUS TV ONE DENGAN KODE ETIK JURNALISTIK
PENDAHULUAN
Hampir tidak
ada yang meragukan bahwa media selalu berusaha keras untuk menyampaikan
kejadian sebenarnya atau kebenaran yang ada. Dalam kenyataannya, beberapa hukum
membatasi kebebasan berbicara agar mendapat perlindungan dari bahaya yang
disebabkan oleh kebohongan. Seperti halnya dalam konsep kebenaran sebagai konsep hukum, sebagai masyarakat, kita harus
menghargai komunikasi yang jujur dan cenderung membatasi komunikasi yang
berpotensi merugikan orang lain. Hukum ini berlaku untuk individu dan media
(Bivins, 2004; 118).
Dalam
konsep kebenaran dan tindakan komunikasi
juga dikatakan bahwa kebenaran adalah unsur penting. Salah
satu yang paling berguna definisi kebenaran berasal dari filsuf Sissela Bok,
yang menunjukkan bahwa berbohong adalah bentuk pemaksaan. Artinya, untuk
berbohong kepada seseorang,
untuk memimpin mereka bertindak dengan cara di mana mereka tidak akan bertindak (memaksa), semestinya anda mengatakan kepada
mereka kebenaran (Bivins, 2004;
121).
Semua
profesional media, termasuk wartawan, harus percaya pada kebenaran dasar
pernyataan mereka dan keakuratan informasi mereka, menyadari, dan pada saat yang sama,
bahwa ada selalu kesempatan mereka mungkin terbukti salah.
Dipelajari lagi dalam konsep kebenaran jurnalistik, Mark
Twain pernah berkata bahwa pekerjaannya sebagai jurnalis adalah untuk
"kandang" kebenaran. Ketika berbicara tentang kebenaran wartawan hari
ini, dia secara umum dari elemen yang berkontribusi terhadap kebenaran
jurnalistik (cara-cara yang dapat berkorelasi). Di antara elemen ini akurasi,
konteks, dan keseimbangan (Bivins, 2004;
122).
Seperti
yang kita tahu bahwa menjadi pekerja media terutama dalam hal menyampaikan
berita atau informasi kepada masyarakat itu tidaklah mudah untuk didapatkan.
Berita itu harus akurat sesuai fakta yang benar, meskipun tekanan waktu dari
pemimpinnya. Namun, sebagai wartawan maupun pekerja media yang baik, mereka
harus mencari kebenaran “fakta” melalui sumber-sumber lain, catatan, dan metode
lainnya sebelum memutuskan kebenaran mereka.
Di
dunia jurnalisme, jurnalis dituntut untuk menyajikan berita yang bukan berita
“fiktif”, melainkan berita yang merepresentasikan factual dan relitas yang
akurat. Sehingga, bila ada berita yang fiktif, maka itu akan menjadi masalah
besar, seperti makelar kasus yang dilakukan salah satu media Televisi besar di
Indonesia, yaitu Tv One. Dan dari kebohongan itu, secara tidak langsung
melanggar etika. Etika yang perlu dijadikan acuan jurnalis itu sendiri adalah
Kode Etik Jurnalistik (KEJ), sehingga dalam bekerja dan membuat berita,
jurnalis harus sesuai dengan aturan-aturan KEJ tersebut.
KEJ
sendiri dibentuk untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk
memperoleh informasi yang benar. Sebab, wartawan di Indonesia memerlukan
landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga
kepercayaan publik dan mengakkan integritas serta profesionalisme itu sendiri. Sehingga,
yang perlu dilakukan oleh wartawan Indonesia adalah menetapkan dan menaati KEJ
yang sudah ada.
Produk
jurnalistik salah satunya adalah siaran di televisi, yang melibatkan reporter,
kamerawan, editor gambar, produser, pembawa acara, produser eksekutif hingga
pemimpin perusahaan. Ketatnya persaingan pada industri televisi berdampak pada
tekanan kerja, namun seharusnya jurnalis televisi juga harus menaati prinsip
verifikasi dan bersikap independen saat menjalankan profesinya.
Pemberitaan
makelar kasus Tv One
Markus Palsu, Tiga
Karyawan TV One Diperiksa
Rep: Antara/ Red:
Budi Raharjo
Presenter TV
One Indy Rahmawati
JAKARTA--Badan
Reserse Kriminal Polri memeriksa tiga karyawan stasiun televisi TV One dalam
kasus penayangan wawancara dengan oknum mafia hukum yang diduga palsu. Ketiga
personel TV One yang diperiksa Bareskrim Polri, Selasa (4/5) adalah Irvan
(atasan pembawa acara Indi Rahmawati), General Manager Sulaiman Syakied, dan
Vera (reporter).
''Prinsipnya pemanggilan itu menjelaskan apa yang perlu dijelaskan sesuai fakta,'' kata pengacara TV One, Bambang Widjojanto di Mabes Polri, Jakarta.
Menurut Bambang, penyidik juga ingin mengonfirmasi keterangan dari saksi lainnya sebagai suatu tim yang bekerja mempersiapkan tayangan siaran televisi mafia kasus di Mabes Polri itu. Materi pemeriksaan meliputi prosedur menentukan tema dan narasumber yang dikerjakan secara tim. ''Keterangan Indy juga dikonfirmasi dengan keterangan tim,'' jelasnya.
Mabes Polri telah melaporkan TV One kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Dewan Pers terkait penyiaran oknum makelar kasus (markus) yang diduga palsu. Dalam siaran 23 Maret lalu, TV One menyiarkan wawancara dengan orang yang wajahnya ditutupi topeng yang mengaku sebagai markus selama 12 tahun di lingkungan Mabes Polri.
Polisi berhasil mennyiduk oknum markus, Andris Ronaldi alias Andis, yang mengaku bersedia tampil sebagai narasumber berdasarkan permintaan dari pihak pembawa acara dalam tanyangan itu, Indy Rahmawati, dengan imbalan Rp1,5 juta. Andis sebenarnya berprofesi sebagai tenaga lepas pada bidang media hiburan yang beralamat di Jalan Flamboyan Loka 21 RT 13/08, Kelapa Gading, Jakarta Utara dan Jalan Cipinang Muara Raya 11-A, Jakarta Timur.
Polisi menduga siaran itu melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran pada Pasal 36 Ayat 5 huruf a yang menyebutkan isi siaran dilarang memfitnah, menghasut, dan atau bohong. Pelanggaran terhadap aturan itu dapat dikenakan Pasal 57 huruf d dengan ancaman penjara paling lama lima tahun atau denda Rp10 miliar.
Polisi pernah memeriksa Indy Rahmawati dan Alfito Deanova (Produser/pembawa acara) sebagai saksi dua kali, beberapa waktu lalu.
''Prinsipnya pemanggilan itu menjelaskan apa yang perlu dijelaskan sesuai fakta,'' kata pengacara TV One, Bambang Widjojanto di Mabes Polri, Jakarta.
Menurut Bambang, penyidik juga ingin mengonfirmasi keterangan dari saksi lainnya sebagai suatu tim yang bekerja mempersiapkan tayangan siaran televisi mafia kasus di Mabes Polri itu. Materi pemeriksaan meliputi prosedur menentukan tema dan narasumber yang dikerjakan secara tim. ''Keterangan Indy juga dikonfirmasi dengan keterangan tim,'' jelasnya.
Mabes Polri telah melaporkan TV One kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Dewan Pers terkait penyiaran oknum makelar kasus (markus) yang diduga palsu. Dalam siaran 23 Maret lalu, TV One menyiarkan wawancara dengan orang yang wajahnya ditutupi topeng yang mengaku sebagai markus selama 12 tahun di lingkungan Mabes Polri.
Polisi berhasil mennyiduk oknum markus, Andris Ronaldi alias Andis, yang mengaku bersedia tampil sebagai narasumber berdasarkan permintaan dari pihak pembawa acara dalam tanyangan itu, Indy Rahmawati, dengan imbalan Rp1,5 juta. Andis sebenarnya berprofesi sebagai tenaga lepas pada bidang media hiburan yang beralamat di Jalan Flamboyan Loka 21 RT 13/08, Kelapa Gading, Jakarta Utara dan Jalan Cipinang Muara Raya 11-A, Jakarta Timur.
Polisi menduga siaran itu melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran pada Pasal 36 Ayat 5 huruf a yang menyebutkan isi siaran dilarang memfitnah, menghasut, dan atau bohong. Pelanggaran terhadap aturan itu dapat dikenakan Pasal 57 huruf d dengan ancaman penjara paling lama lima tahun atau denda Rp10 miliar.
Polisi pernah memeriksa Indy Rahmawati dan Alfito Deanova (Produser/pembawa acara) sebagai saksi dua kali, beberapa waktu lalu.
PWI Reformasi Riau Prihatin
Kasus TV One
Sabtu, 10 April 2010 16:56 WIB | 2.130 Views
Pewarta: handr
TV One (istimewa)
Pekanbaru (ANTARA News) - Persatuan Wartawan
Indonesia (PWI) Reformasi Riau menyatakan keprihatinan terhadap kasus yang
menimpa stasiun televisi swasta nasional TV One yang diduga telah melakukan
rekayasa wawancara makelar kasus (markus).
"Kita prihatin dengan kasus dugaan rekayasa wawancara markus yang sedang dialami TV One dan berharap menjadi pembelajaran pendewasaan pers nasional," ujar Ketua PWI Reformasi Riau Jupernalis Samosir di Pekanbaru, Sabtu.
Mabes Polri mengadukan TV One ke Dewan Pers, Kamis (8/10), karena diduga telah mewawancarai seorang nara sumber yang disebut sebagai markus di lembaga kepolisian dalam progran "Apa Kabar Indonesia" edisi Kamis, 18 Maret 2010.
Padahal nara sumber yang diwawancarai adalah Adris Ronaldi (37), warga biasa yang bekerja lepas pada salah satu perusahaan hiburan yang kemudian mendapat honor Rp1,5 juta atas jasanya kepada TV One.
Menurut Jupernalis, tindakan merekayasa atau membuat berita bohong merupakan pelanggaran terhadap kode etik jurnalistik dan tidak dapat dibenarkan, karena wartawan Indonesia dilarang untuk membuat berita bohong, fitnah, sadis dan cabul.
Namun dugaan yang dilayangkan Mabes Polri kepada Dewan Pers masih bersifat sepihak dan perlu pembuktian oleh kedua belah pihak agar kemerdekaan pers yang telah diakui pemerintah yang dijamin dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers tidak dilanggar.
Karena itu semua pihak saat ini diminta untuk menahan diri dan memberikan waktu kepada Dewan Pers sebagai lembaga yang mengurusi profesi dari berbagai organisasi dan media jurnalis bekerja secara maksimal.
"Kita meminta semua pihak untuk menahan diri dan kasus ini tidak serta merta memojokkan TV One sebagai media yang besar karena berita-berita yang disiarkan dari suatu proses kegiatan jurnalistik," kata Jupernalis.(M046/R014)
"Kita prihatin dengan kasus dugaan rekayasa wawancara markus yang sedang dialami TV One dan berharap menjadi pembelajaran pendewasaan pers nasional," ujar Ketua PWI Reformasi Riau Jupernalis Samosir di Pekanbaru, Sabtu.
Mabes Polri mengadukan TV One ke Dewan Pers, Kamis (8/10), karena diduga telah mewawancarai seorang nara sumber yang disebut sebagai markus di lembaga kepolisian dalam progran "Apa Kabar Indonesia" edisi Kamis, 18 Maret 2010.
Padahal nara sumber yang diwawancarai adalah Adris Ronaldi (37), warga biasa yang bekerja lepas pada salah satu perusahaan hiburan yang kemudian mendapat honor Rp1,5 juta atas jasanya kepada TV One.
Menurut Jupernalis, tindakan merekayasa atau membuat berita bohong merupakan pelanggaran terhadap kode etik jurnalistik dan tidak dapat dibenarkan, karena wartawan Indonesia dilarang untuk membuat berita bohong, fitnah, sadis dan cabul.
Namun dugaan yang dilayangkan Mabes Polri kepada Dewan Pers masih bersifat sepihak dan perlu pembuktian oleh kedua belah pihak agar kemerdekaan pers yang telah diakui pemerintah yang dijamin dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers tidak dilanggar.
Karena itu semua pihak saat ini diminta untuk menahan diri dan memberikan waktu kepada Dewan Pers sebagai lembaga yang mengurusi profesi dari berbagai organisasi dan media jurnalis bekerja secara maksimal.
"Kita meminta semua pihak untuk menahan diri dan kasus ini tidak serta merta memojokkan TV One sebagai media yang besar karena berita-berita yang disiarkan dari suatu proses kegiatan jurnalistik," kata Jupernalis.(M046/R014)
Editor: Aditia Maruli
COPYRIGHT © ANTARA 2010
ANALISIS
Persaingan media yang sedemikian
ketatnya terkadang harus mengorbankan beberapa hal. Sebagai contoh, media massa saat ini banyak maka media
cenderung mengutamakan kecepatan dalam menyampaikan berita ketimbang keakuratan
dari berita tersebut. Media seakan-akan tidak melakukan check and recheck ketika
melontarkan sebuah berita.
Dalam kasus Tv One ini
jelas mencoreng nama jurnalisme. Tv One secara tidak langsung melakukan
kebohongan public dengan menciptakan Makelar Kasus palsu. Ini ada kaitannya
juga dengan Teori Agenda Setting, yaitu media membentuk persepsi atau
pengetahuan publik tentang apa yang dianggap penting. Dengan kata lain, apa
yang dianggap penting oleh media, dan dianggap penting oleh publik.
Tv
One juga merupakan salah satu produk jurnalistik yang dimiliki seorang pemain
politik, yaitu Aburizal Bakrie. Dengan adanya kasus ini, otomatis kredibilitas
Program Apa Kabar Indonesia Pagi menurun. Hal ini disebabkan pada tanggal 18
Maret 2010, Tv One menghadirkan narasumber Makelar kasus pajak, Andreas
Ronaldi, yang ternyata ialah seorang pekerja lepas di perusahaan media hiburan.
Dalam tayangan itu, namanya disamarkan menjadi Roni dan ia mengenakan topeng,
serta suaranyapun diubah.
Dalam dunia jurnalisme profesional, dikenal istilah absence
of malice (tidak ada niat jahat). Jadi, penanganan dalam pelanggaran etika yang
dilakukan pada jurnalisme professional ditujukan untuk mencari solusi perbaikan
atas kelalaian dan kesalahan praktik jurnalistik. Rumusan solusi atas pelanggaran
etika, termasuk yang dilakukan oleh presenter TV One tersebut adalah ralat atau
koreksi, hak jawab, atau permintaan maaf secara terbuka. Karena kesalahan yang
dibuat tergolong berat, maka Dewan pers dapat memberikan penilaian dan
mengeluarkan rekomendasi berupa teguran, peringatan keras, atau sanksi moral.
Berita
yang disampaikan Tv One atas makelar kasus itu juga berarti tidak berimbang,
karena verifikasi yang dilakukan Tv One tidak benar adanya. Tentunya hal ini
sangat disayangkan, karena Tv One memplokamirkan bahwa ia adalah stasiun televisi
berita, namun yang terjadi adalah mereka melakukan kebohongan publik yang cukup
fatal dengan sengaja menghadirkan narasumber palsu, untuk mengejar rating
semata. Bahkan, efek dari kasus ini, publik bertanya-tanya, apakah ini yang
pertama kalinya atau sudah sering dilakukan oleh Tv One.
Dilihat
dari aturan jurnalistik yang ada, kasus Tv One ini Kode Etik Wartawan Indonesia
(KEWI) dan UU Penyiaran. Namun, di sini saya akan fokus kepada pelanggaran KEWI
saja. Dilihat dari aturan KEJ yang terdiri dari 11 Pasal, kasus ini tidak
melanggar semua pasal, namun hanya beberapa pasal saja. Pasal yang dilanggar
antara lain, yaitu:
Pasal 1
·
Wartawan Indonesia
bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak
beritikad buruk.
Penafsiran
a.
Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati
nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk
pemilik perusahaan pers.
b. Akurat
berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi. Jelas dari kasus ini, berita yang disampaikan Tv One tidak akurat,
karena tidak dapat dipercaya kebenarannya
c. Berimbang
berarti semua pihak mendapat kesempatan setara. Kemudian, berita yang disampaikan juga tidak berimbang, karena
menghadirkan markus palsu tanpa ada konfirmasi dari pihak kepolisian.
d. Tidak beritikad
buruk berarti tidak ada niat secara sengaja
dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain. Bisa juga dikatakan tidak beretikad karena ada niat sceara sengaja untuk
menaikkan rating maka ia mengharuskan memperoleh markus pajak yang berarti pula
ingin membongkar kejelekkan, namun kebohonganlah diutamakan.
Pasal 2
·
Wartawan Indonesia
menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Penafsiran
Cara-cara
yang profesional adalah:
a.
menunjukkan identitas diri kepada narasumber; : kartu Pers
b.
menghormati hak privasi; : hak untuk melindungi dirinya atau menjaga informasi
tentang dirinya untuk tidak disebar luaskan. (kesehatan, keadaan keluarga, gaya
hidup,dll)
c. tidak menyuap:
menyuap: memberikan sesuatu agar narasumber mau diwaawncarai, mendapatkan
informasi tentang narasumber, dll.
Dalam kasus ini Andris
sebagai markus palsu menerima suap sebesar Rp. 1.500.000,00 dari pihak TV One.
d. menghasilkan berita
yang faktual dan jelas sumbernya; : sesuai dg fakta. Yang dilakukan Tv One dalam hal ini justru
kebohongan.
e.
rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi
dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
f.
menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto,
suara;
g.
tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain
sebagai karya sendiri: contoh : klonning berita, dll
h.
penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita
investigasi bagi kepentingan publik. : undercover/penyamaran
Pasal 3
·
Wartawan Indonesia
selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan
fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Penafsiran
a. Menguji informasi
berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.
: ketika wartawan mendapatkan berita yg tdk jelas. Contoh, gossip, desas-desus,
kabar burung, dll. Dalam hal ini,
verifikasi data atas narasumber yang dipilih itu tidak tepat adanya, bilamana
pihak Tv One mengaku telah memverifikasi narasumber itu.
b.
Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing
pihak secara proporsional. : berimbang = porsi yang sama.
c.
Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan
opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas
fakta.: opini yang menghakimi secara langsung, A salah, B benar.
d.
Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang. : contoh:
ketika meliput criminal, ada kata-kata
diduga, dan inisisal.
Pasal 4
·
Wartawan Indonesia
tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Penafsiran
a. Bohong berarti
sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak
sesuai dengan fakta yang terjadi. Jika ini memanglah rekayasa yang dilakukan oleh Indy
ataupun pihak Tv One, maka ini memang merupakan kesalahan yang fatal. Karena
pihak Tv One secara sengaja melakukan kebohongan dengan mengadakan Makelar
Kasus palsu.
b.
Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat
buruk
c.
Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan. : foto berita pembunuhan
yang vulgar.
d.
Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar,
suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi. :
stensilan/ berita porno, Koran kuning.
e.
Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu
pengambilan gambar dan suara. : harus ada keterangan kapan foto/video di ambil.
Pasal 6
·
Wartawan Indonesia
tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
Penafsiran
a. Menyalahgunakan
profesi adalah segala tindakan yang mengambil
keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum
informasi tersebut menjadi pengetahuan umum. Dapat dikatakan bahwa media televisi Tv One ini menyalahgunakan
profesinya sebagai televesi stasiun berita dengan memberikan berita yang berbeda
karena sesuatu yang sulit dapat mereka tayangkan, namun caranya salah.
b.
Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak
lain yang mempengaruhi independensi.
Pasal 10
·
Wartawan Indonesia
segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat
disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Penafsiran
a. Segera berarti
tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran
dari pihak luar. Kasus pembohongan
yang dibuat ini harus diselesaikan secepat mungkin, karena dapat berdampak pada
pencemaran nama baik pula.
b. Permintaan maaf
disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.
Piahk Tv One beserta kru yang terlibat dalam rekayasa
markus ini harus sesegera mungkin meminta maaf kepada pihak-pihak yang
dirugikan, serta mmeminta maaf kepada public karena telah menyampaikan berita
yang tidak benar.
Pasal 11
·
Wartawan Indonesia
melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Penafsiran
a. Hak jawab
adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau
sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. Hak jawab ini dapat ditlakukan oleh kepolisian maupun
pihak pajak yang disebutkan namanya oleh markus palsu itu (jika ada).
b. Hak koreksi
adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan
oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain. : mengkoreksi kesalahan yang di tulis oleh
Koran, contoh nama dan jabatan, dll.
Pihak Tv One diberikan hak koreksi atas beritanya tersebut dengan cara
klarifikasi.l
c. Proporsional berarti
setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki
: menulis hak jawab, wartawan liputan lagi.Hal
ini sebenarnya merupakan koreksi.
Ketika
pemberitaan tersebut salah, sekiranya TV One memberikan kesempatan kepada pihak
yang dirugikan untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan
berupa fakta yang merugikan nama baiknya. Serta membetulkan kekeliruan
informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang
lain.
KESIMPULAN
Dalam
menyampaikan berita ataupun informasi, media harus memberikan fakta kepada
publik, bukan memberikan informasi yang bohong. Kebenaran harus selalu
ditegakkan di dalam semua profesi, terlebih lagi jurnalisme yang berhubungan
langsung dengan banyak orang serta membawa dampak atau efek yang besar terhadap
penilaian masyarakat, seperti yang dimaksut dalam agenda setting.
Memang
bukan suatu hal yang mudah untuk mencari kebenaran sampai pada akarnya,
setidaknya sampaikanlah berita sesuai apa yang terjadi. Jika memang berita
dirasa tidak dapat dipercaya, maka perlu dilakukan verifikasi, check dan recheck yang lebih daripada informasi yang sudah ketahuan benar
adanya.
Demi memperoleh rating
yang baik bukan berarti media harus mengorbankan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang berlaku.
KEJ ada untuk ditaati dan dijadikan sebagai sebuah pedoman moral dalam
melakukan tugas sebagai jurnalis. Kesalahan seperti kasus di atas sekiranya
bisa kita jadikan sebagai sebuah pelajaran agar masalah seperti ini tidak
terjadi lagi dikemudian hari.
Keakuratan kemudian
menjadi salah satu bagian penting dalam menyampaikan sebuah berita.
Kredibilitas seorang jurnalis dan institusi media tersebut menjadi taruhan dan
tentunya harus sangat peka. Seperti yang kita tahu, bahwa perlu
waktu yang lama untuk menciptakan kredibilitas yang baik dan tentunya perlu
dijaga setelahnya. Membentuk sesuatu yang baik dan mempertahankannya adalah
sebuah pekerjaan yang sulit. Sedangkan dengan waktu singkat sebuah kredibilitas
itu dapat hancur. Ketika sebuah kredibilitas dipegang teguh dengan sendirinya
orang akan percaya.
Perlu
diingat kembali, bahwa sebagai masyarakat yang baik pula, masyarakat harus
menjadi individu yang cerdas dalam memilih informasi di media. Kita harus tahu
mengecek atau memverifikasi kembali informasi yang kita terima tersebut. Apakah
informasi itu benar adanya dan sesuai dengan apa yang terjadi. Maka, telitilah
informasi itu, dan jangan menerimanya mentah-mentah.
DAFTAR PUSTAKA
-
Bivins, Thomas
H. (2004). Mixed media moral distinctions
in advertising,, public relation, and journalism. London:Lawrence Erlbaum
Associates, Publishers
-
http://www.lpds.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=40:kode-etik-jurnalistik&catid=30:kode-etik-jurnalistik&Itemid=32 diakses pada 13 Desember 2015
-
http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/hukum/10/05/05/114238-markus-palsu-tiga-karyawan-tv-one-diperiksa
diakses pada 14 Desember 2015
-
http://www.antaranews.com/berita/181859/pwi-reformasi-riau-prihatin-kasus-tv-one
diakses pada 14 Desember 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar